Kondisi kesehatan ibu hamil dan janinnya selalu menjadi prioritas. Namun bagaimana jadinya jika sang ibu terdiagnosis kanker, sehingga harus menjalani kemoterapi? Bolehkan kemoterapi ibu hamil dilakukan?
Kemoterapi diketahui sebagai senyawa toksik yang ditujukan untuk merusak pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Namun sayangnya senyawa ini belum mampu bekerja secara spesifik menyasar sel kanker, melainkan ikut merusak sel-sel sehat di sekitarnya. Hal inilah yang ditakutkan khususnya para ibu yang menderita kanker untuk melakukan kemoterapi saat mengandung bayi mereka.
Bahaya Kemoterapi Ibu Hamil
Memang isu berbahayanya kemoterapi bagi janin pernah dibahas dalam dunia medis. Dapat dikatakan bahwa pengobatan kemoterapi dapat berpengaruh ke kesehatan janin, dan menyebabkan peningkatan risiko catat lahir.
Namun seiring perkembangan waktu dan teknologi kini para tenaga medis sudah mengetahui solusinya. Hal ini membuat calon ibu pengidap kanker tetap bisa melakukan kemoterapi dengan risiko minim pada janinnya.
Solusi tersebut terdapat pada timing kapan sebaiknya pasien kanker yang sedang mengandung mendapatkan pengobatan kemoterapi. Berdasarkan penjelasan dr. Henry Naland, SpB(K) Onk, “Kalau ibu hamil butuh kemoterapi sebenarnya boleh saja. Asal tidak di usia kandungan 3 bulan pertama atau trimester pertama.”
Menurut dr. Henry Naland, di bawah 3 bulan, organ-organ janin sedang terbentuk. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan menjalani kemoterapi dulu. Minimal sampai usia kandungannya di atas 20 pekan.
Risiko Janin Terpengaruh Kemoterapi
Kemoterapi dapat berdampak buruk bagi sel sehat, dan kemungkinan menyerang janin yang dikandung oleh ibu pengidap kanker. Penelitian terhadap risiko kemoterapi pun dilakukan untuk menemukan fakta dari kasus ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Frederic Amant dari Leuven Cancer Institute di Belgia, melibatkan 70 bayi. Dimana 68 bayi lahir secara normal dalam kurun waktu penelitian, dan dua pertiganya lahir secara prematur (sebelum usia 37 minggu).
Dari hasil pengamatan ini, ditemukan bahwa tipe cacat lahir yang ditemukan hampir sama dengan bayi kelahiran bukan dari pasien kanker. Para peneliti juga tidak menemukan adanya kelainan jantung pada anak yang ibunya melakukan pengobatan kemoterapi.
Namun jika ada gangguan perkembangan kognitif pada anak, yang dapat diukur dari nilai IQ dan tes perilaku, umumnya gangguan tersebut masih tergolong normal. Biasanya anak yang memiliki IQ- rendah adalah anak yang memang lahir yang terlalu dini (premature).
Prediksi ini diduga berasal dari adanya lapisan plasenta yang melindungi bayi dari efek samping kemoterapi yang berlebihan. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Richard Theriault, yang menemukan fenomena ibu mengalami kebotakan akibat efek samping kemoterapi. Tetapi bayi yang dilahirkannya penuh dengan rambut di kepalanya.
Namun, Dr. Amant tetap menekankan bahwa penelitian masih terbatas pada risiko jangka pendek. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian jangka panjang pada anak yang terlahir dari ibu yang melakukan pengobatan kemoterapi. “Pada saat ini kita belum tahu apakah kemoterapi pada kehamilan berdampak jangka panjang. Misalnya pada kesuburan anak atau risiko kanker di masa depan,” katanya.
Tags: artikel kanker, fakta kanke, info kanker, kanker, kehamilan, Kemoterapi, kemoterapi saat hamil, Lawan Kanker, Terapi Kanker