Pelajaran hidup dari gadis pengidap kanker yang mengikuti ajang pencarian bakat. Kisah yang mengharukan dan inspiratif bagi penderita kanker ini dimulai dengan kisah seorang perempuan muda cantik asal negeri tirai bambu. Sebut saja namanya Lily. Ia masih berusia 19 tahun. Ia tinggal berdua dengan ayahnya sementara ibunya sudah lama meninggal dunia.
Pagi itu, dengan mantap melangkahkan kakinya bersama ribuan peserta lainnya untuk mengikuti ajang pencarian bakat yang saat ini sedang marak diadakan di berbagai stasiun TV. Ia telah memilih sebuah lagu untuk dinyanyikan. Lagu itu ia persembahkan untuk ayahnya, dengan sedikit harapan untuk dapat memenangkan kontes tersebut.
Saat tiba gilirannya tampil, para juri pun mulai bertanya tentang lagu yang akan dibawakan serta alasan mengapa ia mengikuti acara tersebut. Lily mengungkapkan bahwa ia ingin mempersembahkan lagu untuk ayahnya yang telah banyak berkorban untuk dirinya. Para juri dan hadirin mungkin bertanya-tanya apa yang ia maksudkan dengan kata-kata itu namun Lily tidak menjelaskannya lebih lanjut.
Pelajaran Hidup Dari Seorang Ayah
Karena penasaran, salah seorang juri memanggil ayah Lily untuk menjelaskan maksud kata-kata gadis manis ini. Sang ayah dengan mata berkaca-kaca, mengatakan bahwa Lily sedang dalam misi untuk mengumpulkan uang agar ia bisa menjalani operasi pengangkatan tumor otak yang sudah dideritanya selama enam bulan terakhir.
Tumor tersebut semakin hari semakin besar, dan membuat anaknya itu sering mengalami sakit kepala hebat, pusing, kadang muntah-muntah, bahkan pingsan tiba-tiba. Jika tidak segera dilakukan operasi, maka usia Lily dipastikan tidak akan lama lagi.
Yang menarik, sang ayah mengatakan bahwa dokter yang selama ini menangani anaknya itu juga hadir. Sang dokter mempersilakan juri untuk menanyakan tentang perjalanan hidup Lily. Dokter ini pula yang mendorong Lily untuk mengikuti ajang pencari bakat setelah mengetahui bakat pasiennya itu. Karena rasa keingintahuan dari juri, dokter yang dimaksud pun dipanggil dan beliau bersedia menjelaskan tentang penyakit Lily.
Menurut dokter tersebut, Lily sudah mulai berobat ke rumah sakit tempat ia bekerja sejak mengalami sakit kepala sekitar enam bulan yang lalu sampai akhirnya didiagnosis menderita tumor otak. Ayahnya yang hanyalah seorang petani biasa tidak mampu untuk membiayai seluruh pengobatannya meskipun sebagian sawahnya sudah ia jual.
Sang dokter juga sering melihat sang ayah yang tertidur di koridor rumah sakit saat menemani putrinya menjalani berbagai prosedur medis. Sang ayah sebenarnya bisa menggunakan sebagian uangnya menyewa rumah singgah yang disediakan rumah sakit namun ia menolak karena ingin seluruh uang digunakan untuk pengobatan anaknya itu.
Hampir sebagian besar dokter di rumah sakit itu pun menaruh belas kasihan kepada keluarga itu dan tim dokter bahkan mengatakan akan membebaskan seluruh jasa medisnya. Namun biaya lainnya yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan medis pun masih terlalu besar bagi keluarga ini.
Pelajaran Hidup Dari Lily
Setelah melalui wawancara yang panjang, para juri pun mempersilahkan Lily untuk menunjukkan kebolehannya. Musik pun dimainkan dan tiba saatnya bagi Lily untuk memperdengarkan suaranya. Namun sayang Lily tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun selama alunan musik dimainkan. Ia hanya mampu menangis saja. Setiap ia akan bernyanyi, emosi di dalam dirinya mencegah pita suaranya bekerja dan ia hanya terdiam.
Salah seorang juri mencoba membantunya dengan menyanyikan bait demi bait lagu yang tampaknya tidak asing bagi sebagian besar peserta. Tidak lama kemudian para peserta pun mulai ikut menyanyikan lagu tersebut sementara Lily masih belum mampu mengeluarkan suara dan hanya memandang ke depan dengan mata berkaca-kaca.
Lagu pun berakhir dan para juri harus membuat penilaian, apakah kontestan yang ada di hadapan mereka boleh melanjutkan ke tahap selanjutnya atau hanya sampai di sini saja. Para juri pun tampak ragu, karena mereka tidak yakin harus mengambil keputusan apa. Sudah jelas bahwa mereka harus memutuskan bahwa kontestan yang berdiri di hadapan mereka ini gagal ke tahap berikutnya.
Namun di sisi lain membuat keputusan tersebut ternyata bukanlah sesuatu yang mudah mengingat apa yang sudah dan akan kontestan ini lalui. Para hadirin pun seperti mengetahui dilema dari para juri sehingga untuk sesaat terjadi keheningan di ruangan itu.
Kemenangan Bagi Sang Penderita
Tiba-tiba, dari antara penonton ada yang berseru akan memberikan donasi kepada gadis itu meskipun dengan jumlah yang kecil. Dan seperti paduan suara beberapa hadirin pun mengacungkan jari untuk ikut memberikan donasi. Acara pencarian bakat pun sementara berubah menjadi acara pemberian santunan. Salah seorang juri pun tergerak memberi donasi yang cukup besar.
Akhirnya donasi yang terkumpul sepertinya telah mencukupi kebutuhan Lily untuk menjalani operasi bahkan ada kelebihan untuk melanjutkan perjalanan hidup. Dan meskipun keputusan untuk menggagalkan sang gadis ke tahap selanjutnya pun telah diambil, namun kali ini dapat dilakukan tanpa keberatan hati nurani.
Kehidupan dan kematian selalu membawa pelajaran hidup. Pada umumnya manusia tidak ada yang tahu kapan ajal akan menjemputnya. Namun tidak pada seseorang yang mendapat vonis kanker. Pertanyaan kepada dokter seringkali adalah berapa lama lagi waktu yang dimiliki setelah vonis kanker dijatuhkan.
Ketahanan hidup seseorang dengan kanker pun dihitung sebagai “five year survival rate” atau terjemahan bebasnya “lima tahun rata-rata harapan hidup”. Hal ini berarti dalam waktu lima tahun berapa banyak penderita yang masih mampu bertahan hidup dari penyakitnya tersebut. Statistik menunjukkan bahwa yang berhasil bertahan melewati 5 tahun lebih sedikit daripada yang tidak.
Menjalani Hidup Dengan Kanker
Bahkan ada yang hanya diberikan waktu 3 bulan saja. Sungguh penyakit ini membuat waktu menjadi sangat berharga. Ketika seseorang mendapat diagnosis kanker, di pikirannya bermunculan berbagai pertanyaan. Sikap yang akan diambil akan menentukan, apakah kanker akan menjadi penghalang dan yang akan menjatuhkan kita atau sebaliknya menjadi pengingat dan mulai mengisi waktu dengan lebih bijaksana dibanding hari-hari sebelumnya.
Lily dalam ilustrasi di atas, meskipun masih muda, namun bisa menjadi pelajaran hidup bagaimana menjalani hidup dengan kanker. Ia bukan saja jarang mengeluh, namun juga memikirkan ayahnya sebagai satu-satunya keluarga yang ia miliki. Begitu pula dengan ayahnya yang sangat perhatian terhadap anaknya sampai rela berkorban demi kesembuhan anak satu-satunya itu.
Namun bukan hanya sampai di situ, dewan juri bahkan semua yang hadir memiliki peran besar terhadap keluarga ini. Mereka telah menunjukkan cinta lewat dukungan mereka kepada Lily. Sungguh suatu pertunjukkan kasih yang tidak pernah terbayangkan akan diperlihatkan oleh mereka dan dengan demikian bisa menjadi pelajaran hidup bagi kita semua.
Bagaimana Kita Hidup?
Ada kata-kata bijak bahwa yang penting bukanlah berapa lama kita hidup namun bagaimana kita hidup. Ibarat seekor hewan berhadapan dengan pemangsa, maka insting bertahan hidupnya akan muncul. Namun mereka yang tetap menghadapkan wajahnya ke arah pemangsa justru yang bertahan hidup karena pemangsa akan mengejar mereka yang melarikan diri. Inilah pelajaran hidup.
Kanker memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuktikan diri sebagai pemenang. Karena pemenang kehidupan yang sesungguhnya bukanlah mereka yang berumur panjang, namun yang menggunakan waktu secara bijaksana sebelum dipanggil oleh sang Pencipta.
Ditulis oleh: dr. Luky Thiehunan
Tags: diagnosis kanker, moril penderita kanker, penderita kanker, psikologis penderita kanker, semangat penderita kanker, tumor otak