Kenapa pengobatan kanker dengan ganja dilarang, walau diketahui memiliki zat pembunuh sel kanker? Simak alasannya disini.
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan kanker yang memberikan kepastian kesembuhan. Tidak heran jika sering terbersit, di benak penderita kanker maupun orang-orang terdekatnya, keinginan mencoba jenis terapi alternatif. Sambil berharap terapi alternatif mampu menyembuhkan kanker, atau setidaknya memperpanjang umur atau angka harapan hidup.
Ada beberapa herbal yang diduga (walaupun masih kontroversi atau dalam perdebatan) memiliki kemampuan untuk digunakan dalam pengobatan kanker, salah satunya adalah ganja. Pengobatan kanker dengan ganja adalah hal yang kontradiktif dengan akal dan norma-norma yang ada. Karena secara umum, daun ganja digunakan secara tidak bijak oleh manusia untuk mencari kenikmatan semu.
Selain itu, efektivitas pengobatan kanker dengan ganja hingga saat ini memang masih belum pasti. Bahkan beberapa sumber menyatakan bahwa ganja justru malah berpotensi menimbulkan penyakit kanker.
Bisakah Pengobatan Kanker Dengan Ganja?
Persepsi bahwa pengobatan kanker dengan ganja muncul berdasarkan temuan medis yang dipublikasikan dalam jurnal American Association for Cancer Research[1]. Temuan medis tersebut menyatakan bahwa ganja memiliki senyawa kuat yang bernama tetrahydrocannabinol (THC). THC ini memiliki indikasi yang baik sebagai zat pembunuh sel kanker.
Selain kandungan THC, para peneliti kesehatan dari University of California–San Francisco juga mengklaim bahwa ganja mengandung cannabinoid, yang berfungsi bantu mengatasi gejala efek samping kemoterapi pada pasien kanker seperti rasa mual, nyeri pada tubuh, dan menurunnya nafsu makan[2].
Penolakan Ganja Untuk Pengobatan Kanker
Ganja sempat diakui dapat membantu pemulihan kanker oleh National Cancer Institute (NCI), yang merupakan sebuah badan utama pemerintah federal untuk penelitian dan pelatihan kanker di Amerika. Namun penggunaan ganja justru lebih banyak ditentang oleh para pemerhati kesehatan. Sebab senyawa yang terdapat dalam ganja memberikan efek halusinasi bagi penggunanya, dan berisiko menimbulkan ketergantungan yang kuat.
Penolakan penggunaan ganja juga dilakukan oleh badan pengawasan obat di berbagai negara. Di Amerika, FDA (Food and Drug Administration) menolak penggunaan ganja karena efek halusinasi yang dapat meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas atau membuat keresahan di ruang publik. Sedangkan di Indonesia, pelarangan penggunaan ganja diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Berlakunya larangan ini bukan berarti ada gerakan non-supportive dari pengobatan alternatif kanker, tetapi lebih ke arah kebijakan preventif untuk mencegah penyalahgunaan ganja secara lebih luas. Selain itu, ketatnya larangan penggunaan ganja juga didasarkan atas fungsi dan peran ganja sebagai obat penyembuhan kanker yang masih dalam tahap penelitian. Belum ada pernyataan resmi di Indonesia, atau pun secara internasional, yang menyatakan dan memastikan ganja mampu menyembuhkan penyakit kanker.
Note: Artikel ini dibuat dan disusun berdasarkan literatur dan karya-karya tulis lain dan hanya dimaksudkan sebagai informasi atau pengetahuan populer bukan sebagai rujukan penggunaan zat tertentu sebagai terapi.
Referensi jurnal:
[1] Scott KA, Dalgleish AG, Liu WM. The combination of cannabidiol and Δ9-tetrahydrocannabinol enhances the anticancer effects of radiation in an orthotopic murine glioma model. Mol Cancer Ther. 2014;13(12);2955–67.
[2] Abrams DI. (2016). Integrating cannabis into clinical cancer care. Curr Oncol. 2016;23(S2):S8-S14.
dr. Rony Wijaya
Medical Marketing – PT. Indocare Citrapasific
Tags: artikel kanker, fakta kanker, ganja, ganja untuk obat, info kanker, kanker, Lawan Kanker, mengobati kanker dengan ganja