Saat ada berita buruk yang datang kepada kita mengenai orang yang kita cintai, kita merasa tidak tega untuk menyampaikannya. Apalagi jika berita tersebut adalah hasil diagnosa kanker, yang diidap oleh orang-orang yang kita sayangi. Bisa orang tua, pasangan, atau kerabat yang dekat dengan kita.
Salah satu pertimbangannya adalah, hasil diagnosa kanker tersebut akan berdampak negatif baik terhadap kondisi mentalnya maupun kondisi fisiknya. Kita khawatir orang yang kita sayangi akan mengalami depresi dan akhirnya terjadi penurunan kesehatan secara keseluruhan.
Memang pertimbangan untuk perlu tidaknya memberitahukan informasi negatif kepada anggota keluarga adalah hak dari keluarga pasien. Tentu ada konsekuensi positif dan negatif, baik memberitahukan maupun tidak memberitahukannya.
Masalah apakah perlu tidaknya menyampaikan kabar buruk sebaiknya dibicarakan oleh seluruh anggota keluarga, bersama dengan dokter yang menangani.
Hal tersebut dilakukan agar bisa diperoleh pertimbangan matang, apakah akan memberitahukan atau tidak. Sehingga keputusan yang terbaiklah yang akan diambil, dan menghindari resiko munculnya penyesalan di kemudian hari.
Dalam kasus ini, seluruh anggota keluarga memutuskan untuk memberitahukan bahwa anggota keluarga mereka terkena kanker. Lalu bagaimanakah cara yang tepat untuk menyampaikan informasi tersebut? Untuk menghindari akibat atau hal-hal buruk yang akan disesali oleh pihak keluarga.
Berikut tahap demi tahap yang perlu diperhatikan sebelum menyampaikan kabar buruk:
Pada tahap awal dalam penyampaian kabar buruk, kita harus menilai apakah pasien ingin membicarakan penyakitnya atau tidak. Kita bisa memancing dengan pertanyaan untuk menilai apa yang ia ketahui tentang penyakitnya, dan sejauh mana keingintahuan pasien tentang penyakitnya tersebut.
Jika terlihat bahwa pasien tampak enggan membicarakan tentang penyakitnya, maka sebaiknya tidak perlu terburu-buru masuk ke tahap berikutnya
Jika pada tahap pertama pasien tampak ingin mengetahui tentang penyakitnya dan banyak bertanya tentang penyakitnya, maka kita bisa mulai mempersiapkan mental pasien pada tahap ini. Kita mulai dengan mengatakan bahwa ada kabar yang kurang menyenangkan yang harus kita sampaikan.
Katakan hal ini dengan wajah yang serius. Jika memungkinkan saat penyampaian kabar buruk ini kita tidak sendirian, tetapi mengundang beberapa sanak saudara yang lain. Hal ini dilakukan untuk mengesankan bahwa apa yang akan disampaikan memang serius.
Dengan melakukan hal ini sebelum kita mulai menyampaikan berita buruk tersebut, hormon kortisol mulai banyak diproduksi dalam tubuh pasien. Ia mulai merasa tidak nyaman, dan tubuhnya juga memproduksi beberapa hormon lainnya untuk mempersiapkan mentalnya menerima kabar buruk tersebut.
Beberapa hormon dan neurotransmiter (zat kimia untuk komunikasi sel-sel saraf di otak) yang juga bermanfaat saat sedang mengalami stres adalah adrenalin dan serotonin. Adrenalin akan meningkatkan aliran darah ke otak dan kadar gula darah, serta serotonin yang bermanfaat untuk mengontrol emosi negatif.
Pada tahap ini pasien sudah siap untuk diberikan kabar buruk. Ia mungkin akan bertanya dengan tidak sabar tentang kabar apa yang akan kita sampaikan.
Sebaiknya kita menyampaikannya dengan singkat dan tidak bertele-tele. Contohnya: “Hasil diagnosis dari dokter sudah keluar beberapa hari yang lalu, dan kami hendak mengatakannya kepada ibu/bapak saat ini. Hasilnya ibu/bapak positif mengidap kanker.
Tentu kita semua harus melakukan antisipasi terhadap respon yang akan diterima. Jika penerimaannya baik, maka proses yang sulit ini akan berjalan dengan baik.
Saat berita buruk disampaikan, pastikan ada seseorang yang dekat dengan pasien memegang tangannya atau pundaknya. Respon yang muncul bisa bermacam-macam, seperti diam saja dengan pandangan kosong, sedih dan menangis, marah-marah, atau hanya tersenyum kecut.
Jika pasien menangis, tanggapan terbaik kita adalah memeluk, yang bisa dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.
Pada tahap ini kata-kata positif sangat berperan. Kata-kata berikut dapat digunakan seperti “jangan kuatir/takut”, “kita semua ada di sini dan akan mendukung sampai akhir”, “pengobatan kanker sudah sangat maju”, “pasti ada obat yang cocok untuk ibu/bapak”.
Sebelum menyampaikan kabar buruk, ada baiknya keluarga sudah mencari segala sesuatu tentang penyakit ini dan alternatif jalan keluar apa saja yang akan diambil. Membicarakan tentang alternatif jalan keluar akan memberikan harapan kepada pasien, dan harapan tersebut akan meringankan bebannya.
Salah satu caranya dengan memberikan suplemen herbal anti-kanker sebagai terapi komplementer, sebelum menjalani terapi pengobatan kanker. Suplemen herbal yang sudah terbukti memiliki aktvitas anti kanker yang kuat adalah suplemen maitake, yang diekstrak dari Jamur Maitake.
Jamur Maitake atau Grifola frondosa, dengan senyawa bioaktif beta-glukan terutama fraksi MD, telah dikenal di kalangan peneliti dan praktisi kedokteran sebagai senyawa yang memiliki aktivitas anti kanker kuat secara bioaktif. Maitake juga memiliki efek positif terhadap aktifitas sel imunitas.
Meskipun sudah mengikuti segala tahapan di atas, terjadinya hal yang tidak diharapkan bisa saja terjadi. Namun jika langkah-langkah di atas bisa dilakukan dengan benar, minimal kita bisa mengurangi dampak negatif yang bisa muncul akibat kabar buruk tersebut baik terhadap mental maupun fisik dari orang yang kita cintai.
Ditulis oleh: dr. Luky Thiehunan
Resiko kanker kandung kemih bukan hanya penting bagi orang tua. Orang yang berusia muda sebaiknya…
Sembuh dari kanker testis merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Namun siapa sangka bahwa survivor…
Tahi lalat adalah ‘aksesoris’ alami penampilan seseorang. Namun kadang banyak orang kesulitan membedakan antara yang…
Ada serangkaian metode tes yang biasa dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kanker prostat. Namun saat…
Sering di bawah terik matahari membuat pengendara motor dan pesepeda memiliki resiko lebih besar terkena…
Saat ini kosmetik sudah menjadi kebutuhan primer setiap wanita. Berbagai jenis dan merek kosmetika digunakan…